Minggu, 22 Mei 2016

Sudut Pandang (Part 2)

Aku sudah mendapatkan kelompok dengan anggota sebanyak 8 orang termasuk aku.  Hari ini aku akan bertemu dengan ketujuh anggota lainnya. Ada Rena, Tia, Meli, Denu, Nando, Rehan, dan Yoda. Aku datang terlambat dan menjadi yang paling akhir datang diantara yang lainnya. Okay, tidak ada yang aku kenal sama sekali, pikirku saat itu. Sesaat setelah datang dan berkenalan dengan seluruh kawan baru ini aku tak bisa menahan diri untuk mencoba melihat karakter mereka. Pandanganku tentang masing-masing dari kelompok ajaib ini…
Rena itu cantik, tipe gadis yang mudah menarik perhatian laki-laki, terlihat supel.
Tia itu manis, berkacamata, terlihat berwawasan luas, aktif dan juga supel.
Meli itu lebih pendiam diantara yang lainnya, manis, dan tergolong anak yang alim menurutku.
Denu berpenampilan agak urakan, tidak jelek, dan agak cuek.
Nando terlihat seperti calon pemimpin karena pembawaannya yang memang bisa mengontrol kami yang canggung saat pertemuan pertama ini.
Rehan cukup tampan, bisa berdandan bak mahasiswa gaul masa kini,dan sepertinya supel.
Yoda tergolong yang paling tampan dari tiga anggota laki-laki yang lain, tak banyak bicara, dan datang dengan jeans sobek-sobek super besar di bagian pahanya.
Setelah basa-basi yang diisi mengenai perkenalan kami satu sama lain, awal pertemuan kelompok ajaib pun siap dibubarkan, keempat anggota laki-laki memutuskan melanjutkan obrolan di lain tempat dan berjalan melewatiku, samar-samar dapat kucium aroma tubuh yang khas seperti laki-laki kemarin yang menabrakku. Aku mungkin sudah berhalusinasi atau mungkin takdir sedang mempermainkanku?

***

Aku datang hampir menjadi orang yang terakhir saat seorang anggota perempuan yang centil itu menyebut ada satu orang lagi yang belum datang. Aku yang memang malas dan baru pulang dari kerjaan lembur semalam mana sempat berganti baju, ku kenakan celana jeans sobek kesayanganku saat itu. Kuperhatikan setiap gadis pada kelompok unik ini. Ada si Rena yang canntik dan centil, Tia yang jutek dan terlihat pandai, Meli yang pendiam dan alim. Tak ada satupun dari mereka yang memenuhi harapanku, si gadis manis berkacamata kemarin. Serasa malas jadinya. Mana pula satu anak yang datang lebih terlambat dari aku itu, pikirku kesal.
“Maaf ya aku terlambat tadi macet soalnya..” suara anggota terakhir yang ditunggu tiba juga. Alasannya klasik sekali menurutku, sampai penasaran seperti apa orangnya. Kualihkan pandanganku pada orang yang datang tergesa-gesa di arah belakangku, sumber suara gadis yang minta maa tadi.

Pucuk dicinta ulampun tiba. Pepatah itu terngiang-ngiang dikepalaku seketika. Gadis manis berkacamata itu satu kelompok denganku. Takdirku memang sedang bagus. Sepanjang pertemuan itu aku asyik mengambil posisi paling pinggir dengan terus memandangi gadis pujaanku itu. Dia tersenyum, bibirkupun ingin tersenyum. Dia memperhatikan dengan serius anggota yang lain bicara, aku semakin tertarik dengannya. Aku rasa ini yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Walaupun aku tak percaya cinta semacam itu, kunikmati saja setidap debaran yang mendesir di dalam dada setiap kali menatapnya. Akan ku potret setiap ekspresi gadis manisku itu untuk mimpi malam ini. Tak akan kusia-siakan takdir ini, aku akan mendapatkannya. Nama calon gadisku itu, Zahra. 

Senin, 16 Mei 2016

Sudut Pandang (Part 1)

Hari itu matahari sudah berada di tengah langit, memancarkan sinarnya dengan anggun. Panas sekali. Aku yang sedang terpaksa berdiri di lapangan bersama mahasiswa lainnya hanya bisa pasrah. Sambil terus menyeka tetesan keringat yang mengucur, aku memperhatikan seorang laki-laki kurus ceking berjalan ke atas podium yang berada tepat di depan kami. Dia si bos-nya kami, sang ketua perkumpulan ini. Aku lupa apa saja yang disampaikan si ketua, Intinya, kami akan mengadakan sebuah acara amal untuk membantu adik-adik kecil usia sekolah dasar memiliki taman bacaan di daerah sekitar kampus. Tujuan yang mulia, realisasinya semoga benar-benar dapat berguna, pikirku waktu itu. Si ketua itu lanjut berbicara, kami yang jumlahnya banyak ini dan terdiri dari beragam jurusan dari seluruh fakultas kampus tercinta akan dibagi menjadi beberapa kelompok dan mendapat tugas mewujudkan taman bacaan pada beberapa tempat yang sudah ditentukan. Oh okay, pikirku lagi. Pertemuan itu tak lama kemudian ditutup, tentunya setelah si ketua menyampaikan beberapa teknis pembagian kelompok dan tanggung jawab masing-masing kelompok. Besok kelompok sudah dapat dilihat di forum online perkumpulan kami dan selebihnya menjadi tanggung jawab kelompok dalam membuat taman bacaan terlaksana dengan konsep yang kreatif sesuai hasil perundingan kelompok. Lega sekali saat kami dibubarkan, I feel free, batinku seakan ingin menjerit seperti itu.
Saat terjadi pembubaran yang tidak apik itu aku menabrak seorang laki-laki dengan wangi tubuh yang khas, tak sempat kulihat wajahnya kala itu. Pertemuan itu aan menjadi awal kisahku dengannya, si pemilik bau tubuh yang khas.

***

Di tengah keramaian dan orasi sang ketua perkumpulan, aku yang beridiri di barisan belakang dan merasa bosan menemukan sesuatu yang lebih menarik. Seorang gadis berkacamata beridiri sambil menyeka keringatnya, terlihat sekali kesal dengan situasi hari itu. Entahlah, dia tidak cantik luar biasa diantara gadis-gadis lain, tidak juga seksi karena dia mengenakan baju kebesaran yang menambah imut penampilannya. Dia tidak tinggi, tidak banyak bicara, manis, unik, dan entah mengapa aku menikmati memandanginya seperti ini. Saat perkumpulan ini dibubarkan sang ketua, aku agak tertegun karena memang aku tak memperhatikan. Tanpa sengaja arus manusia yang berlalu lalang tak tahan ingin meneduh ini menuntunku pada gadis berkacamata dan punggungku menabrak kepalanya, ini kesempatanku, pikirku. Baru saja aku akan mengajaknya bicara, seorang kawan menarik tanganku dan hilanglah dia dari pandanganku. Sebal sekali rasanya. Tapi kurasa aku akan bertemu dengan gadis itu lagi, batinku yakin sekali atau mungkin lebih tepatnya berharap sekali.