Minggu, 15 Februari 2015

Tentang Malam


Aku selalu suka malam
Aku suka bulan yang tampak angkuh di atas sana
Aku suka bintang-bintang yang kini cahayanya beradu dengan lampu-lampu kota
Aku suka langit yang menampilkan sisi gelapnya

Aku suka malam
Terlebih karena kebisuannya
Sebab bisunya malam menambah sesak rindu
Mengungkung kenangan
Dan memenjarakan rasa

Aku selalu merindukan malam
Saat aku dapat menyambutmu
Saat aku dapat menguntai cerita tentangku dan tentangmu
Saat hadirmu terasa begitu sempurna
Saat-saat aku terlelap dalam tidurku 

Sabtu, 14 Februari 2015

Serba-Serbi PPL


Hello, pembaca sekalian. Kali ini saya tidak akan membahas tema perasaan, cerpen, atau cerita fiksi lain seperti yang biasanya saya tulis. Bukan, bukan karena saya lagi jomblo jadi tidak ada inspirasi (loh kok curhat? :p). Yah, alasannya hanya karena saya lagi bosan. Bosan. Bosan. Iya, bosan.
Nah sekadar informasi, saya ini salah satu mahasiswa tingkat a.....khir (berat nih harus mengakuinya) di salah satu universitas keguruan di Bandung. Alhasil, semester delapan ini saya mengontrak mata kuliah PPL alias Program Praktek Lapangan. Setelah melewati beragam proses yang agak sedikit ribet, saya pun ditempatkan di sekolah negeri yang ada di Bandung. Hari pertama datang ke sekolah, kelompok PPL saya ditemani dosen-dosen yang bermaksud “menyerahkan” kami (saya dan kawan-kawan senasibsatu kelompok ppl) kepada pihak sekolah. Pada hari itu juga kami dicermahi diberitahukan etika, tata cara, dan peraturan-peraturan di lembaga yang akan kami tempati selama empat bulan tersebut. Cukup menarik.
Sampai pada saya mengupload tulisan ini, saya dan kawan-kawan senasib – sekelompok – berhasil melalui tugas selama tiga minggu. Iya terdengar sebentar memang, tapi terasa lama bagi kami (oke, minimal bagi saya deh).
Bukannya tidak senang, bukan. Mungkin saya hanya belum terbiasa. Belum terbiasa bangun pagi kemudian mandi setelah beres sholat subuh, belum terbiasa menyiapkan layanan yang akan diberikan, belum terbiasa berjaga di ruang piket, belum terbiasa memakai sepatu hak tinggi (aseli terkewer-kewer ini capek banget! Kagak ngarti gua sama cewek yang tahan make sepatu sinting hak tinggi lama-lama begitu), dan belum tebiasa-belum terbiasa lainnya.
Perkara pengalaman, ini menarik sekali. Saya memang sudah sering praktek di lapangan (sekolah-sekolah) sejak semester awal, entah itu demi tugas-tugas dari dosen tercinta, atau memang tuntutan dari mata kuliah yang praktikum. Bukan maksud sombong, bukan, ini karena memang begitu cara dosen kami melatihnya. Jadi berhadapan dengan siswa bukan hal baru buat saya (ceilah) setidaknya tidak membuat saya terlalu nervous, kira-kira begitu. Tapi PPL memang berbeda dari praktikum biasa, ada banyak pengalaman baru. Saya juga bisa lebih mengenal siswa yang saya bina dengan lebih dalam karena saya datang ke sekolah hampir setiap hari, saya belajar kegiatan lain yang biasa bapak-bapak dan ibu-ibu guru lakukan di sekolah, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sekolah, mengikuti upacara (yang entah kapan terakhir saya mengikuti upacara), struktur organisasi dan sistem dari lembaga yang saya tempati, permasalahan yang dihadapi siswa, karakteristik umum siswa tiap kelas, dan problematika lainnya. Semuanya jadi terasa lebih nyata dibandingkan praktek dan observasi yang saya lakukan saat perkuliahan dahulu.
So, secara keseluruhan PPL ini menarik. Menarik sekali. Masih ada sekitar 3 bulan lebih lagi saya dan kawan-kawan menjalani PPL dan saya cukup penasaran ada hal-hal apalagi yang akan saya alami, rasakan, dan pelajari J

Sabtu, 07 Februari 2015

Urusan Hati

Rindu yang dirasakannya menggelayut manja pada pengharapan tak bergaransi.
Pengharapan yang sewaktu-waktu bisa jadi hancur seketika....
atau justeru semakin menggembung, melambung tinggi....

Rindu yang dialamatkan pada Seseorang yang bahkan mungkin tak pernah tahu ada yang mengirimkannya sesuatu.
Seseorang, yang terlampau sibuk dengan dunianya yang hebat itu.
Seseorang yang terlena dengan megah dan sempurnanya dirinya. Baginya.
Kehebatan cinta akan dunianya yang begitu istimewa, yang sanggup membungkamnya dengan sempurna. Cinta hebatnya yang menutupi semua pandangannya terhadap orang yang sedang menyandarkan harapan kepada dirinya.
Harapan yang sudah lama menanti dalam bisu.

Meski dirinya dilewatkan, meski rindu yang dirasakannya sendiri begitu menyiksa, meski puing-puing harga dirinya luruh seiring berjalannya waktu......
Dia masih saja merindu
Masih saja memelihara pengharapan

Mungkin saja dia memang menikmatinya.
Hingga pada titik bahagia dan terluka hanya setebal benang saja.

Apakah itu....

Cinta apa adanya?

Dia menggeleng.
Bukan.
Dia rasa itu tidak benar.
Dia justeru berpikir bahwa dia sangat bodoh
Bodoh sekali.

Beberapa menit dia merenung,
kemudian tersenyum penuh arti.

Oh. Hey.
Dia lupa, urusan hati memang seharusnya dirasa, bukan dipikir.
Ya.
Dirasakan.