Minggu, 21 Februari 2016

Selamat Lulus, Selamat Memasuki Dunia yang Sebenarnya.


Saya mahasiswa Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan Unversitas Pendidikan Indonesia angkatan 2011. Masa studi di jenjang strata satu alias S1 seharusnya dapat selesai dalam waktu empat tahun, artinya seharusnya saya sudah lulus menyandang gelar EsPeDe (S.Pd) sejak tahun lalu, tahun 2015. Tapi kenyataannya, yang mungkin memang sudah takdirnya, sudah nasibnya, baru kelar sidang tanggal 27 Januari lalu dan baru dapat yudisium tanggal 16 Februari kemarin (jangan tanya kenapa yudisiumnya lama, saya juga tidak tahu, ya begitulah pokoknya prosesnya).
Sebagai mahasiswa yang baru akan diwisuda april mendatang (ulala akhirnya wisuda juga, emak! Bapak! anakmu wisuda juga!) jangan tanya sudah berapa banyak kawan seangkatan yang sudah lulus duluan (mereka lebih beruntung aje itu mah HAHA) dan berapa kali diri ini mendatangi teman-teman saat wisuda, memberi mereka selamat, membelikan mereka bunga, dan menjawab “doakan saja” saat ditanya “kapan nyusul?”, ya begitulah.
Sebenarnya, tulisan saya kali ini dilatarbelakangi kerisihan (eh maksudnya keresahan) hati ini yang sudah disuruh-suruh diminta emak dan bapak untuk segera mencari gawean (kerjaan) biar tidak pengangguran. Iya itu wajar, iya itu biasa, iya saya maklum, tapi yah emak, bapak, punten ini mah, anakmu ini baru juga dapet yudisium kemarin bukan tahun lalu. Anakmu ini ingin napas dulu mak, pak. Hehehehe.
Ceritanya bermula ketika saya pulang kampung seminggu setelah sidang. Maksud hati ingin melepas rindu bertemu dan bercengkerama dengan keluarga di rumah setelah entah sudah berapa bulan diri ini tidak pulang (etdah lebay banget yak), namun yang terjadi diberondong pertanyaan seputar “apa yang akan saya lakukan setelah ini” (nah loh). Bukan apa-apa, saya kemarin-kemarin cuma tahu bahwa saya harus cepetan lulus, cepetan lepas dari status mahasiswa ini, cepetan. Itu saja. Ya walaupun saya tidak buta-buta banget mau ngapain setelah lulus ini tapi kok kayaknya agak eteb aja gitu udah langsung disuruh gawe. Ibarat perlombaan nih ya, saya disuruh kejar-kejaran lawan kereta api (ya keleuuuusss).
Saya jadi kepikiran perkataan senior-senior EsPeDe (mereka yang sudah lebih dulu lulus), kata mereka waktu saya masih pusing revisi dulu, “elu mah enak masih status mahasiswa, gue nih pengangguran, nikmatin aja revisinya, haha”. Sebal banget tuh dulu saya dengarnya. Ya kali ini saya sudah berasa mahasiswa paling tua di kampus, yang enggak ada jadwal kuliah, yang selalu mengejar-ngejar pembimbing, siang-malam di perpus (etdah lebay lagi yak), ya pokoknya gitu deh. Tapi ternyataaaa, mereka semua benar. Lebih enak jadi mahasiswa.
Bukan berarti ya, elu-elu semua gara-gara baca ini tulisan jadi pada nunda kelulusan, bukan gitu, hanya saja maksud saya tuh ye, elu-elu pade harusnya bersyukur dan menikmati setiap kehidupan sebagai mahasiswa. Masalah siapa yang lulus duluan, elu atau temen elu, santai aja bro dan sis (sambil terus berusaha ye tapi), lulus itu baru awal dari dunia nyata yang sesungguhnya (dunia emak dan bapak elu ngomel-ngomel minta elu cepet gawe). HAHAHAHA. Sekian. Wassalam. Bye!

Rabu, 10 Februari 2016

Malam Sebelum Sidang

Halo. Sudah sebulan saya belum ngepost tulisan baru. Apa kabar kalian? Sehat? Jasmani dan Rohani aman? Ada yang rindu tulisan saya? Semoga iya, kalau tidak, ya di-iya-kan sajalah. Please ini mah euy..please....
Oke kembali ke laptop eh maksudnya topik. Saya baiknya menulis apa ya. Sedang tidak mood menulis yang alay-alay atau sok puitis bin galau ala-ala. Pun sedang tidak ada ide menulis cerpen. Hmm.....
Oh ya, saya ada kabar gembira. Kabarnya adalah *jengjengjeng* akhirnya saya sidang juga! Iya sidang tugas akhir. Iya, sidang skripsi. Bukan sidang kasus Jes*ca atau sidang kasus perceraian artis R*sti dan St*art yang lagi hot wara-wiri beritanya di televisi. Bukan. Ini sidang biasa. Sidang skripsi saya, yang entah sudah berapa tahun eh bulan dikerjakan akhirnya kelar juga..
Yeeeay!! Keprok dulu atuh. Keprok barudaak. Akhirnya. Bahagia enggak mendengarnya? Ah terserah deh kalian bahagia atau tidak yang penting saya bahagia *lalayeyelalayeye*
Maapkan kealayan saya ini sebab untuk bisa sampai di tahap ini untuk ukuran saya dan standar ideal yang dipatok dosen jurusan bukan perkara mudah. Sekali lagi, tidak mudah. Dengan kata lain, susah. susah banget bro dan sis. Jangan tanya berapa banyak kucuran keringat mengalir tiap kali bolak-balik revisi, perizinan sana-sini dijutekin sana-sini (jurusan yang berhubungan sama manusia memang selalu ribet di bagian ini, sebabnya jelas, ini soal manusia, manusia tempatnya ribet, berubah-ubah, dan abu-abu alias tidak pasti), bimbingan diphp-in setiap kali janjian sama pembimbing, minta tolong sana-sini untuk meriksa tulisan saya yang apa adanya itu, proses pengambilan data di tiga tempat berbeda dan jauuuuuuh (bukan apa-apa, saya mahasiswi tanpa kendaraan, buta jalan, duit pas-pasan. Ngenes kan? haha), belum lagi musuh terbesar semua mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir, malas yang luaaar biasaaah. Begitu kira-kira. Untuk tulisan kali ini, saya ingin bercerita tentang malam sebelum saya sidang. Memangnya kapan saya sidang? Tepatnya hari rabu, 27 Januari 2016. Catet tuh! 
Jadi begini ceritanya kawan-kawan............
Malam harinya, selasa malam rabu, malam seribu kegalauan (biarkan kelebayan ini, tahan, jangan muntah dulu ya), saya tidak bisa tidur. TIDAK BISA. Hiks. Nah untuk kalian yang sedang mengerjakan skripsi dan ketika esoknya harus sidang tapi tidak bisa tidur saya punya beberapa tips. Cekidot...

  1. Belajar lagi. Saya belajar lagi, baca-baca skripsi yang saya tulis dengan limpahan doa orang tua dan air mata (kan lebay lagi, tahan, jangan muntah dulu ya). Hasil dari belajar itu cuma satu: GALAU. kesalahan-kesalahan kecil diskripsi saya yang kemarin-kemarin tidak kelihatan mendadak terpampang jelas di kedua mata saya. Sebel. Saya cuma bisa berdoa semoga besok penguji melewat halaman-halaman yang terdapat kesalahan itu. Ujung-ujungnya, doa lagi, pasrah lagi.
  2. Beres-beres kamar alias ngebabu. Bosan belajar yang justeru menghasilkan kegalauan, saya pun mencari kegiatan lain. Karena malam masih panjang, gelisah kian kencang, besok saya sidang. Memandang sekeliling kamar yang tidak layak disebut kamar ini akhirnya saya memutuskan membersihkan kamar. Ketika itu kalau tidak salah, jam sudah menunjukkan pukul 01.30 malam. Saya mencuci piring, merapikan tempat tidur, menyapu, merapikan kertas-kertas yang berserakan, buku-buku yang kini ada di segala penjuru di kamar berukuran kecil ini. Berisik? Pastinya. Apakah kamar lain terganggu? Berdoa saja semoga tidak. Ujung-ujungnya, doa lagi, pasrah lagi.
  3. Siapkan segala keperluan untuk sidang esok hari. Yap, saya menyiapkan ppt yang akan saya presentasikan besok, skripsi yang sudah saya beri catatan kalau-kalau ditanyakan oleh penguji, media lain seperti membuat tampilan ppt pada sebuah kertas karton besar, kalau-kalau listrik di kampus tiba-tiba mati dan ppt tak bisa ditampilkan (tak ada salahnya menyiapkan ini bro dan sis, kalau kata orang, sedia payung sebelum hujan. Tapi kembali ke masing-masing, mau ditiru silahkan, tidak pun tak apa).
Setelah semua sudah siap, mata masih belum bisa terlelap, dan matahari mulai nampak. Yap, akhirnya pagi. Malam yang sangat panjang. Sekadar saran kawan-kawan, teleponlah orang tuamu jika kamu anak rantau macam saya ini, kalau kamu tinggal dengan keluarga, bangun malamlah dan dirikan sholat malam bersama orang tua, minta doa restunya (betul? betul betul betul). Sebab, saya sudah membuktikan ini, ampuh sekali dampaknya, sidang saya lancar dan mulus semulus paha SNSD. Alhamdulillah.
Segala ketakutan yang semalam datang, hilang, saya berdiri dengan cukup percaya diri, memaparkan hasil karya tulis saya dengan cukup lancar, dan menjawab pertanyaan penguji sebisanya (ini sudah mulai grogi, kemampuan saya mencerna ucapan penguji mendadak melemah, pendengaran saya seolah menjauh. haha. Tapi semua sudah terlewati. Akhirnya). Saya berada di dalam ruang sidang kurang lebih 20 menit-an (kemungkinan saya cepat ada dua, pertama, tulisan saya begitu bagus dan penguji merasa puas, kedua, penguji malas membiarkan saya di dalam karena dianggap keliru). Untuk yang satu ini, saya lagi-lagi berdoa, semoga lulus. Itu saja.