Sabtu, 21 Juni 2014

Manusia Pengecut dengan Perasaan Transparan

Beberapa waktu terakhir ini - benar-benar sangat baru - aku dipertemukan lagi dengan perasaan-perasaan aneh yang mendebarkan tapi juga menyenangkan. Itu, perasaan manakala kau tiba-tiba tersenyum di tengah lautan orang padahal kau sedang berdiri sendirian. Iya, perasaan seperti itu.
Dan aku, salah satu tipe orang yang sangat mudah dibaca perasaannya. Oh yeah harus aku akui, pipi yang mengembang, gigi yang nongol dari sela-sela mulut, semuanya lantaran senyuman ini sulit sekali ditahan.
Menyebalkan bukan?
Akulah si manusia dengan perasaan transparan.

Kembali lagi dengan munculnya si makhluk kurang ajar yang sudah mengaduk-aduk jeroan hati ini (bukan jeroan semacam ampela usus dan kawan-kawannya itu, haha), dia muncul menawarkan apa yang -mungkin- aku harapkan. Aku sempat terlena, menikmati harapan yang hadir di depan mata seperti melihat mimpi yang menjadi nyata.
Tapi seperti yang kau tahu, tak ada yang mimpi yang abadi. Maka aku tak mau lama-lama bermimpi. Aku harus bangun, atau aku akan lupa bagaimana hidup di dunia nyata. 
Mengapa?
Jawabannya sederhana, karena aku takut. Takut dia akan jadi sama seperti yang lainnya. Terdengar seperti pengecut memang dan aku tak akan menyangkalnya. Sebab itu adanya.
Akulah si manusia dengan perasaan transparan yang juga seorang pengecut.