Jumat, 19 September 2014

Mirror | rorriM


Dia memandangku tajam.
Tatapannya menelisik.
Benar-benar membuatku merasa terusik.
Matanya menyorotkan kemarahan, kebencian yang tidak aku mengerti.
Cukup untuk membuat nyaliku ciut.
Aku takut.
Mata itu seperti ingin menyalahkan, menyampaikan umpatan-umpatan.

Awalnya ku pikir tatapan itu ditujukkan untuk ku. Sebab aku benar-benar merasa kecil dibawah sorot mata itu.
Tapi, saat aku dengan takut-takut berusaha menatap balik mata itu, saat itu pula aku menyadari bahwa tatapan itu bukan untukku. Tidak sama sekali.

Mata itu memang marah, benci, ingin mengumpat. Memang benar.
Namun bukan kepada ku atau orang lain. Melainkan dikhususkan kepada dunia, kepada semesta.
Dia seperti tak puas dengan hidupnya, dunianya.

Tatapan mata itu benar-benar meresahkanku.
Merasa penasaran, ku coba menatapnya lebih dalam, menyingkirkan perasaan takutku pada tatapan itu.
Berusaha mencari celah kemungkinan alasan dia membenci.
Menggali guratan pengalaman yang membentuk tatapan itu.
Ku pandangi garis-garis letih dari wajahnya.
Ku selami matanya yang hitam legam.
Tatapannya yang kelam.
Anehnya, aku merasa ada yang salah dari raut wajah itu, dari tatapan itu.
Mata itu bukan memancarkan kebencian tapi lebih menyorotkan kesedihan.
Kesedihan yang mendalam ku temukan dari dalam mata tegas itu.
Kesedihan yang tersamar dari keangkuhan mata yang mengungkung air mata di dalamnya.
Tak membiarkan setetes pun lolos menggulirkan dirinya diantara pipi yang kini seolah kehausan, kekeringan.
Air mata itu tertahankan kemudian menjelma menjadi kekuatan fatamorgana.

Sebab dia tak sekuat itu, tak seberani itu untuk membenci kehidupan.

Dia sedih.
Ingin menyalahkan.
Tapi satu-satunya hal yang dapat dia persalahkan adalah dirinya sendiri.
Ya, dirinya sendiri adalah alasan paling rasional yang dia simpulkan atas bagaimana dia hidup selama ini.

Aku memandangnya pilu. Merasa kasihan.
Dia balik memandangku kelu. Membisu.
Kami saling berhadapan. Berusaha mengerti kepedihan masing-masing.

Aku yang terduduk di depan cermin dan dia yang terduduk di seberang cermin.

Aku terhenyak.

Dia itu……….. Aku?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar