Jumat, 05 September 2014

Daun yang Menanti Angin

Angin berhembus lembut, menyapa daun yang terdiam seakan menanti sesuatu. Daun pun bergerak melenggak-lenggokkan helaian dirinya, memamerkan keindahannya seolah menyambut jawaban dari penantiannya.
Begitu harmoni. Begitu indah. Begitu damai.
Meski daun tak sepopuler bunga yang diibaratkan seorang putri sementara daun hanya dianggap dayangnya. Daun tak berontak. Tak iri, tak dengki, tak juga dendam pada bunga. Meskipun mungkin kadang ia cemburu pada bunga yang selalu dipuja kecantikannya sementara ia selalu diabaikan, tak jarang dibuang karena dirasa mengganggu pemandangan. Tapi, sekali lagi, daun tak iri, tak dengki, tak juga dendam. Sebab daun paham begituah ia diciptakan. 
Daun, si penyambung hidup bungan dan tanaman, tak pernah mengeluh pada keadaan bahkan rela berkorban menanggalkan dirinya jika tanaman beradu nasib dengan kekeringan. Daun tak pernah mempertanyakan kehendak Tuhan atas dirinya. Sebab daun paham begitulah ia diciptakan.
Daun merasa beruntung karena ia bisa berlama-lama menggelayutkan tubuhnya pada tanaman, tidak seperti bunga yang selalu dipetik manusia atau dikerubungi hewan yang menyukai madunya. Daun merasa beruntung.karena ia bisa dengan tenang menunggu datangnya angin. Bersamaan saat angin datang menyapa daun yang termangu patuh dalam penantian, seseorang yang menyadarinya pun merasakan kedamaian. Daun yang begitu ikhlas menerima dirinya yang apa adanya itu mampu membawa makna bagi makhluk lain. 
Jadi, seperti apapun dirimu, sehebat apapun orang lain, kamu bukan dia begitu juga dia bukan kamu. Maka yang dapat kamu lakukan adalah menjadi dirimu. Seutuhnya. Dengan ikhlas. Sebab tak ada penciptaanNya yang tak berguna, tidak juga dirimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar