Rabu, 30 Desember 2015

Ah, aku malu!

Aku berjalan berdampingan dengannya yang tinggi itu. Sebal rasanya menyadari tubuhku ini benar-benar pendek, apalagi saat berdiri di sebelah laki-laki jangkung itu. Saat itu hari sudah malam. Angin berhembus menembus kulitku. Kumasukkan kedua telapak tanganku ke dalam saku jaket. Dingin.
Dia tak banyak bicara, maklum dia bilang sedang tidak enak badan. Aku yang entah mengapa sangat bersemangat malam itu terus saja berbicara. Menceritakan hal yang kualami, konyol, dan tidak penting. Tapi dia tetap mendengarkan dengan sabar sambil sesekali mengusap hidupnya. Kurasa dia flu. Aku terus saja berbicara hingga tak terasa kami sudah sampai di depan rumahku. Dia berhenti. Aku juga. Dia tersenyum. Aku juga. Dipandangnya aku dan rumahku secara bergantian. Ku ikuti arah pandangnya. Ya, ya, aku tahu aku harus pulang  dan kami akan berpisah dipersimpangan jalan depan rumahku. Ku belokkan arah tubuhku, sebisa mungkin terlihat tidak enggan pergi menjauh darinya.
Tapi kurasa gagal.
Sebelum tubuhku benar-benar berputar arah, dia tersenyum lagi, mengangkat tangan kirinya, dan mengusap-usap rambutku dengan tangan itu. Sebal. Dia pikir aku anak kecil. Ku belokkan arah tubuhku lalu berjalan menuju rumah. Senyum simpul tiba-tiba hadir begitu saja di bibirku. Ku rasa pipiku panas.
Ah, aku malu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar