Senin, 16 Mei 2016

Sudut Pandang (Part 1)

Hari itu matahari sudah berada di tengah langit, memancarkan sinarnya dengan anggun. Panas sekali. Aku yang sedang terpaksa berdiri di lapangan bersama mahasiswa lainnya hanya bisa pasrah. Sambil terus menyeka tetesan keringat yang mengucur, aku memperhatikan seorang laki-laki kurus ceking berjalan ke atas podium yang berada tepat di depan kami. Dia si bos-nya kami, sang ketua perkumpulan ini. Aku lupa apa saja yang disampaikan si ketua, Intinya, kami akan mengadakan sebuah acara amal untuk membantu adik-adik kecil usia sekolah dasar memiliki taman bacaan di daerah sekitar kampus. Tujuan yang mulia, realisasinya semoga benar-benar dapat berguna, pikirku waktu itu. Si ketua itu lanjut berbicara, kami yang jumlahnya banyak ini dan terdiri dari beragam jurusan dari seluruh fakultas kampus tercinta akan dibagi menjadi beberapa kelompok dan mendapat tugas mewujudkan taman bacaan pada beberapa tempat yang sudah ditentukan. Oh okay, pikirku lagi. Pertemuan itu tak lama kemudian ditutup, tentunya setelah si ketua menyampaikan beberapa teknis pembagian kelompok dan tanggung jawab masing-masing kelompok. Besok kelompok sudah dapat dilihat di forum online perkumpulan kami dan selebihnya menjadi tanggung jawab kelompok dalam membuat taman bacaan terlaksana dengan konsep yang kreatif sesuai hasil perundingan kelompok. Lega sekali saat kami dibubarkan, I feel free, batinku seakan ingin menjerit seperti itu.
Saat terjadi pembubaran yang tidak apik itu aku menabrak seorang laki-laki dengan wangi tubuh yang khas, tak sempat kulihat wajahnya kala itu. Pertemuan itu aan menjadi awal kisahku dengannya, si pemilik bau tubuh yang khas.

***

Di tengah keramaian dan orasi sang ketua perkumpulan, aku yang beridiri di barisan belakang dan merasa bosan menemukan sesuatu yang lebih menarik. Seorang gadis berkacamata beridiri sambil menyeka keringatnya, terlihat sekali kesal dengan situasi hari itu. Entahlah, dia tidak cantik luar biasa diantara gadis-gadis lain, tidak juga seksi karena dia mengenakan baju kebesaran yang menambah imut penampilannya. Dia tidak tinggi, tidak banyak bicara, manis, unik, dan entah mengapa aku menikmati memandanginya seperti ini. Saat perkumpulan ini dibubarkan sang ketua, aku agak tertegun karena memang aku tak memperhatikan. Tanpa sengaja arus manusia yang berlalu lalang tak tahan ingin meneduh ini menuntunku pada gadis berkacamata dan punggungku menabrak kepalanya, ini kesempatanku, pikirku. Baru saja aku akan mengajaknya bicara, seorang kawan menarik tanganku dan hilanglah dia dari pandanganku. Sebal sekali rasanya. Tapi kurasa aku akan bertemu dengan gadis itu lagi, batinku yakin sekali atau mungkin lebih tepatnya berharap sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar